Rabu, 14 Desember 2016

Moana: Perempuan dan Jantung Kehidupan

Kekayaan laut dan kesuburan di pulau-pulau yang hijau mendadak dihantui kegelapan, ketika jantung Te Fiti, Sang Dewi Pulau dicuri oleh Maui, manusia yang dibesarkan oleh para dewa. Akibatnya, panen gagal, ikan-ikan menghilang, cuaca tidak bersahabat, dan rakyat yang tinggal di kepulauan  wilayah Samudera Pasifik pun harus menderita berkepanjangan.

Sejak menit pertama dimulai, film musikal animasi 3D Moana sudah mampu membuat penontonnya terpana dengan gambar-gambar fantasi penuh warna. Animasi produksi Disney garapan duet sutradara Ron Clements dan John Musker ini menampilkan detail elemen visual yang begitu “real”. Sebagai pembuka, karakter Mau’i (suara oleh  Dwayne Johnson) dimunculkan mengiringi tuturan narasi yang bergaya flashback, dengan intonasi yang sedikit mencekam, sehingga membuat penonton  mulai penasaran.  

Apakah rakyat harus terus menderita? Tentu saja tidak. Di sinilah, nafas film itu dimulai. Dari suasana mencekam, secara perlahan penonton diajak berpindah untuk menikmati hentakan irama musik pesisir yang gembira. Adegan demi adegan menghadirkan karakter Moana Waialiki (suara oleh Auli’i Cravalho), putri Kepala Suku Tu Waialiki, dari mulai kecil hingga dewasa.  Sosok yang kemudian dibangun untuk merepresentasikan seorang perempuan penjelajah laut yang perkasa di dunia  petualangan samudera.  

Film Animasi 3D Musikal: Moana, Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=LKFuXETZUsI
Sepanjang menonton film animasi musikal ini, penonton terus diajak berpindah secara dinamis dari suasana gembira, mencekam, komedi, sentimental, gembira lagi, tegang lagi, lucu lagi, sentimental lagi, begitu seterusnya, dan secara  keseluruhan sangat menghibur.  Secara visual, kekuatan film Moana terletak pada setting suasana kepulauan dan lautan yang indah, penuh kemilau warna-warna terang yang kontras. Penonton seolah diajak untuk berimajinasi tentang  sumber kehidupan yang tak ada batasnya.

Selain itu, ada Moana dan Maui sebagai tokoh sentral dengan karakter visual  yang kuat. Moana sebagai anak kepala suku adalah khas “seorang putri yang cantik dan  menarik”, digambarkan melalui wajah oval dan mata bulat besar, gaya rambut ikal panjang terurai, tubuh semampai namun terampil memanjat, menyelam, melompat, dan berlari. Kemudian Maui digambarkan sebagai pria yang kuat, sedikit egois, bisa berubah menjadi berbagai makhluk, bertubuh besar yang dipenuhi tato sebagai catatan perjalanannya, namun juga berhati lembut.  

Ditambah lagi, rangkaian lagu yang mengiringi sejumlah adegan penting seolah ikut menguatkan pesan yang ingin disampaikan dalam film ini, bahwa perjuangan hidup menjadi hak dan kewajiban setiap makhluk, baik perempuan ataupun lelaki. Akan tetapi, jantung kehidupan itu sendiri diumpamakan sebagai  “jantung Sang Dewi Te Fiti”, jantung “perempuan”.


Bumi yang direpresentasikan melalui sosok Dewi Pulau Te Fiti adalah bumi yang divisualisasikan dalam bentuk perempuan berselimutkan pepohonan, yang  kesuburan dan kesejahteraan rakyatnya terletak dalam bentuk spiral sebagai “Heart of Te Fiti”.  Itulah sebabnya bumi, tanah air, tempat manusia berpijak, disebut juga  sebagai ibu pertiwi. Film animasi musikal Moana tidak hanya menghibur, tetapi juga diperkaya dengan mitologi. Karakter Moana sang penjelajah tangguh dan Dewi Te Fiti seolah mewakili sebuah pesan yang dalam tentang makna dari jantung kehidupan yang sesungguhnya bagi manusia.  Film Moana secara apik  berhasil mendesain sebuah konstruksi pesan yang dalam, terutama ketika peran gender menjadi bagian di dalam media dan seni, khususnya film animasi.   

Sabtu, 03 Desember 2016

Menulis Artikel Ilmiah; Kriteria Best Paper di Konferensi Internasional

Bagi seorang dosen, melaksanakan kegiatan riset adalah bagian dari Tri Darma Perguruan Tinggi. Tantangannya, dosen pun dituntut untuk selalu kreatif mengembangkan gagasan melalui tulisan-tulisan ilmiah. Cara-cara untuk merangsang kreativitas menulis ini di antaranya adalah harus aktif mengikuti call papers dalam seminar atau konferensi nasional maupun internasional.

Saat saya masih menjadi mahasiswa S3 di Institut Teknologi Bandung dulu, ada kewajiban untuk menerbitkan makalah dalam prosiding dan jurnal, baik nasional maupun internasional. Kewajiban ini semula dirasakan sangat berat, karena tidak mudah untuk menyelesaikan sebuah riset dan menuliskannya dalam bentuk artikel ilmiah. Akan tetapi, dengan berjalannya waktu,  hal yang semula menjadi kewajiban lantas berubah menjadi sebuah keasyikan. Bahkan setelah saya resmi menyandang gelar Doktor,  dorongan untuk terus mengeluarkan gagasan ilmiah menjadi sebuah kebutuhan. Artinya, segala sesuatu yang awalnya tidak biasa dan sulit menjadi hal yang menyenangkan secara akademik. Kuncinya ternyata sederhana, yaitu meniatkan kesungguhan untuk memulai dan tetap bersemangat untuk terus belajar.

Saya teringat sebuah ayat, “....dan apabila dikatakan “Berdirilah kamu”, maka berdirilah kamu, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat...” (QS Al Mujaadilah:11)

Makna ayat ini baru saya pahami belakangan. Alhamdulillah (itupun mungkin baru pemahaman yang sedikit). Akan tetapi, pengalaman saya mengikuti berbagai konferensi nasional dan internasional, baik di dalam maupun luar negeri, akhirnya berhasil mengantarkan salah satu artikel ilmiah saya yang berjudul Understanding Visual Grammar On The Stop Smoking Public Service Announcement: Analysis of Television Ad “Vocal Cords Loss Due To Smoke” untuk meraih Best Paper pada The 1st International Conference of Vocational Higher Education (ICVHE) pada November 2016 lalu. Sebuah Konferensi Internasional dari Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia yang mengusung tema “Innovation on Vocational Higher Education”. Konferensi ini sejak Juli telah menyeleksi ratusan makalah riset dan meloloskan 92 riset terbaik dari berbagai universitas, baik di dalam dan luar negeri (Lihat: http://vokasi.ui.ac.id/r1/index.php/id/BeritaVokasi/229.)


Peneliti (baju hijau) bersama rekan-rekan Dosen Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta.

Melalui tulisan ini, saya ingin sedikit berbagi, bahwa ada empat (4) hal yang memungkinkan sebuah artikel ilmiah berbasis riset dapat meraih “Best Paper” dalam Konferensi Nasional ataupun Internasional, yaitu:
1. Novelty (Kebaruan), artinya artikel ilmiah harus menyajikan kebaruan dari objek yang diteliti maupun dalam konteks pembahasannya berdasarkan teori yang digunakan.
2. Originality (Orisinalitas), artinya objek yang diteliti merupakan karya orisinal, sebagai gagasan ilmiah peneliti sendiri, dan belum pernah dibahas oleh peneliti lain.
3. Sistematically (Sistematis), artinya pembahasan objek penelitian mampu disusun secara sistematis dan mudah dipahami oleh semua kalangan, mulai dari latar belakang masalah, tinjauan pustaka, metode atau pendekatan yang digunakan, teori yang dijadikan acuan, serta temuan riset sebagai simpulan penelitian.
4. Relevant (Relevan), artinya pembahasan objek penelitian relevan dengan penerapan dan perkembangan ilmu pengetahuan saat ini, sekaligus dapat menjadi sumbangan pemikiran yang berguna untuk pengembangan ilmu secara teoritis dan praktis.

Semoga bermanfaat. Salam edukasi.

Jumat, 07 Oktober 2016

New MacGyver dan Karakter Richard Dean Anderson yang Tak Tergantikan

Penonton setia dan penggemar fanatik serial televisi “MacGyver” di tahun 1985-1992 barangkali dipenuhi harap-harap cemas ketika akhirnya serial “New MacGyver” diproduksi dan tayang  di jaringan televisi di Amerika dan negara-negara lain di dunia, termasuk di Indonesia (lewat saluran AXN). Kerinduan pada karakter MacGyver yang diperankan oleh Richard Dean Anderson seyogyanya dapat terobati  setelah lebih dari 20 tahun menanti kembalinya kisah petualangan dan aksi sang agen rahasia Angus MacGyver.

Sebagai tontonan mengasyikan di tahun itu, rasa kangen terhadap karakter MacGyver yang diciptakan oleh Lee Davis Zlotoff ini bukan tanpa alasan. Setiap kali menyaksikan akting MacGyver, penonton seperti diajak untuk memahami pesan-pesan kemanusiaan melalui kepribadian seorang agen rahasia yang juga seorang ilmuwan, mantan teknisi di Perang Vietnam.  

MacGyver divisualisasikan memiliki kepribadian yang sederhana, berhati lembut, tidak suka menggunakan kekerasan, apalagi senjata api. Dia juga seorang pekerja keras, setia, gemar menolong, dan meskipun punya wajah yang tampan, dia selalu bersikap sopan pada wanita, alias bukan playboy. Terlebih lagi, dengan kecerdasannya di bidang ilmu pengetahuan alam, dia sigap mencari solusi untuk menghadapi problem-problem yang sulit hanya dengan menggunakan peralatan pisau tentara serbaguna (diistilahkan Swiss Army Knife) dan benda-benda yang ada di sekitarnya. Pikirannya menjadi senjatanya yang utama. Dia seolah membawa pesan pada penonton, bahwa tidak ada benda yang tidak berguna, jangan menganggap remeh apa pun, karena hal-hal kecil dapat menghasilkan manfaat yang besar.

Sumber Foto: http://celebritywc.com/images/richard-dean-anderson-15.jpg dan http://www.cbs.com/shows/macgyver/

Karakter MacGyver yang ditayangkan selama 7 musim telah berhasil menghadirkan tontonan film yang menghibur, mencerdaskan, membangun persepsi yang positif, sekaligus menyentuh hati para penontonnya. Serial ini bahkan telah diangkat sebagai film pada tahun 1994 dalam dua judul, yaitu: MacGyver: Lost Treasure of Atlantis dan MacGyver: Trail to Doomsday.  Penciptaan karakter MacGyver yang  anti-kekerasan tersebut, telah berhasil menjadi sebuah inspirasi yang sulit dilupakan, karena umumnya film aksi masa kini justru  lebih banyak  menghadirkan darah dan kebrutalan perilaku manusia.  

New MacGyver kini memulai debutnya di bulan September 2016 dan ditayangkan sebagai serial di CBS Television dan diperankan oleh Lucas Till, sosok lelaki bertubuh ramping tegap, berwajah runcing, berambut pirang, dengan tampilan sekilas mirip-mirip Richard Dean Anderson. Hanya saja MacGyver tidak lagi ke mana-mana sendirian, tetapi ditemani rekannya Jack Dalton (diperankan George Eads) yang juga gagah dan tampan.  Selain mereka berdua, masih ada tiga teman lainnya yang juga membantu, yaitu Wilt Bozer (Justin Hires), Patricia Thornton (Sandrine Holt), dan Riley Davis (Tristin Mays) yang ahli komputer, tentunya agar tontonan menyesuaikan dengan perkembangan teknologi yang makin canggih. Mereka menjadi sebuah tim taktis yang tetap bekerja di Yayasan Phoenix di Los Angeles untuk membantu pemerintah Amerika Serikat menyelesaikan masalah-masalah kejahatan di bawah departemen jasa eksternal khusus.

Meskipun New MacGyver tetap berusaha menampilkan gaya MacGyver lama melalui tuturan monolog MacGyver di setiap adegan, dengan tambahan tampilan teks sebagai ensiklopedi tentang materi yang dipakai MacGyver untuk mencipta alat-alat melalui benda-benda yang ada di sekelilingnya, namun kepribadian MacGyver tidak lagi menjadi hal yang dominan. Dalam New MacGyver, penonton diajak untuk mengenal dua karakter yang berbeda secara sekaligus melalui dialog-dialog yang penuh canda.

Dalam situs CBS.com disebutkan bahwa New MacGyver menjanjikan tontonan yang  menyajikan aksi, kesenangan, sekaligus kharisma dari karakter-karakternya. Apakah ini dapat berhasil? Seri di musim pertama ini agaknya masih perlu dibuktikan. Tapi yang jelas, kerinduan penonton terhadap karakter MacGyver yang diperankan Richard Dean Anderson akan sulit tergantikan.

Kamis, 21 Juli 2016

Rahasia di Balik Asyiknya Naik Carousel

Jalan-jalan ke taman bermain, jangan lupa naik Carousel. Daya tarik permainan ini memang luar biasa. Hebatnya Carousel, dari abad ke abad, hingga kini masih tetap dicintai oleh segala usia.  

Carousel atau korsel atau komidi putar, atau dalam bahasa Inggris disebut Merry Go Round adalah jenis permainan yang umumnya ada di taman wisata atau taman hiburan anak-anak. Umumnya model Carousel berbentuk kuda-kudaan yang bisa bergerak naik-turun saat berputar, lengkap dengan iringan musik yang gembira. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, sekarang ada banyak model Carousel yang ditawarkan.

Ada Carousel yang menampilkan bentuk binatang lain seperti harimau, kereta-keretaan, atau mobil-mobilan. Ada yang menampilkan model Carousel megah, lengkap dengan tampilan visual menarik dipenuhi cahaya lampu serta warna. Ada juga model Carousel sederhana, tanpa kuda-kudaan, bahkan tanpa gerakan naik-turun dari objek yang dinaikinya.

Apa sesungguhnya yang membuat orang begitu tertarik untuk menaiki Carousel ? Apakah karena model Carousel-nya yang menarik, atau karena ingin merasakan sensasi berputar-putar di atas platform datar melingkar berukuran besar? Yang jelas, tawaran “keasyikan” naik Carousel semuanya sama, yaitu mengajak peminatnya berputar-putar dalam kecepatan sedang, bahkan ada yang semakin cepat, selama beberapa waktu. Lalu setelah selesai menaikinya, biasanya orang tertawa puas gembira, sambil berjalan sedikit terhuyung karena efek putaran tersebut.

Mengintip sekilas sejarahnya, permainan Carousel merupakan permainan bola tanah yang dimainkan  oleh para penunggang kuda Arab dan Turki secara serius dalam gerakan saling melempar dan berputar-putar pada Abad ke-12.  Sejumlah tentara Salib Italia yang melihat permainan tersebut kemudian menyebutnya sebagai perang kecil atau “Carosello”. Permainan ini lalu diadopsi lagi oleh Perancis sebagai pertunjukan kompetisi berkuda, dan disebut “Carousel”. Demam permainan Carousel atau komidi putar pun mulai melanda Eropa dan mencapai masa keemasannya di tahun 1800-an (Sumber: International Museum of Carousel Art).

Carousel di Taman Wisata Benteng Van Der Wijck, Gombong.
Sumber Foto: Dendi Pratama

Keinginan bawah sadar manusia untuk merasakan sensasi berputar-putar itu sebenarnya tidak terlepas dari pengaruh alam semesta. Ini disebabkan seluruh benda di alam semesta memang melakukan gerakan berputar untuk mencapai keseimbangan. Bulan bergerak berputar pada porosnya. Sambil bergerak, bulan juga  berevolusi, berputar mengelilingi bumi. Lalu bersama bumi, bulan pun bergerak berputar mengelilingi matahari. Bumi tempat kita berpijak pun melakukan rotasi, bergerak pada porosnya, menimbulkan pergantian siang dan malam. Lalu sambil berotasi, bumi bersama planet-planet lainnya juga bergerak mengelilingi matahari, menimbulkan pergantian musim-musim. Semua benda langit berputar mengelilingi pusat Galaksi Bimasakti. Bahkan temuan sejumlah lubang hitam (black hole) dari yang kecil sampai yang superbesar di tahun 2015  juga menunjukkan kekuatan gaya gravitasi yang mampu menyedot apa pun dengan gerakan berputar.

Dengan kata lain, keinginan untuk berputar seolah telah menjadi kodrat manusia sebagai bagian dari alam semesta, yaitu untuk tetap menjaga keseimbangan dirinya, terutama  keseimbangan jiwa dan pikiran. Bisa jadi karena adanya kebutuhan dasar makhluk hidup untuk menemukan “keseimbangan” yang dirindukan seperti saat manusia sedang bertawaf  mengelilingi Ka’bah. Ekspresi untuk menyikapi kehidupan manusia yang diibaratkan roda berputar ini juga seperti kata lirik lagu lama Benny Soebardja (“Apatis”, 1978):

Roda-roda terus berputar, tanda masih ada hidup, karna dunia belum henti, berputar melingkar searah....

Jadi wajar saja kalau kita selalu rindu ingin naik Carousel. Yang pasti, rahasia asyiknya berputar hanya bisa dirasakan diri sendiri. Yuk, naik Carousel

Kamis, 14 Juli 2016

Jason Bourne (Movie): Matt Damon dan Karakter Bourne yang Bikin Kangen

Kemunculan film Jason Bourne di akhir Juli 2016, segera jadi incaran para penggemarnya yang sudah kangen berat dengan Bourne. Bukan hanya karena daya tarik karakter mantan agen rahasia CIA Jason Bourne yang memikat, dan tidak pernah membosankan. Akan tetapi lantaran seri film “Bourne” ini memang selalu asyik ditonton karena sajiannya yang penuh aksi, misteri, dan ketegangan.

Sama seperti pada seri yang diperankan sebelumnya, yaitu The Bourne Identity (Tahun 2002), The Bourne Supremacy (Tahun 2004), dan The Bourne Ultimatum (Tahun 2007), aksi Matt Damon juga mampu memacu detak jantung dari awal hingga akhir film. Kekuatan skenario dari film-film Bourne adalah membangun rangkaian misteri yang kompleks dan berbelit tentang oknum-oknum di dalam organisasi CIA yang tidak berhenti memburu Jason Bourne. Di film itu, digambarkan ingatan Bourne tentang identitas dirinya sudah pulih, akan tetapi Nicky Parsons (lawan main lamanya yang diperankan Julia Stiles) kembali mengingatkan, “Remembering everything it doesn’t mean you know everything”. Dengan kata lain, kita mungkin tahu segalanya, akan tetapi belum tentu tahu betul segalanya.


Ungkapan ini pun menjadi sarat makna karena sepanjang menonton filmnya, penonton memang diajak untuk terus menelusuri sepak terjang perjalanan kehidupan mantan agen rahasia CIA David Webb alias Jason Bourne. Bourne dikisahkan terus berusaha untuk mengungkap kebenaran tersembunyi dari masa lalunya yang pernah terurai laksana puzzle, sehingga ia harus menyatukan kepingannya satu demi satu. Skenario yang ditulis oleh Paul Greengrass (merangkap sutradara), Matt Damon, Christopher Rouse, tetap mampu mengacak-acak imajinasi dan daya pikir penonton hingga penghujung film, lengkap dengan adegan kejar-kejaran, perkelahian, sedikit bumbu romansa, dan pergantian setting super cepat, yang membuat bola mata dipaksa untuk ikut berlari-lari mengikuti pergerakan adegan. Lalu di akhir kisah, seperti yang sudah-sudah, ujung-ujungnya film ini pun tetap masih menyisakan ruang terbuka untuk sekuel judul berikutnya.

Matt Damon dengan kekuatan karakter Jason Bourne seolah telah menyatu di dalam dirinya, sehingga jika terpaksa kita harus menonton film lain yang diperankan oleh Matt Damon, terkadang persepsi visual kita tentang dirinya tetap terpusat pada karakter Bourne.  Narasi karakter Bourne yang aslinya ditulis oleh novelis Robert Ludlum berhasil direpresentasikan melalui raut dan ekspresi wajah, sorot dan pandangan mata, bentuk fisik, sikap tubuh, hingga tindak laku yang dimainkan Matt Damon. Bourne dalam persepsi penontonnya adalah karakter yang tangguh, berani, kuat, cerdas, cermat,  sekaligus perkasa, namun jauh di lubuk hatinya yang dalam, ia memiliki sisi yang lembut, penuh kasih, setia, dan seorang pelindung. Ekrepsi wajah dinginnya yang kerap hadir hanyalah  akibat dari perjalanan kehidupannya yang keras. Kehidupan yang pasti mampu mengubah siapa pun, terlebih bila sudah menyangkut urusan hidup dan mati. 

Selain menghadirkan karakter lama dari Julia Stiles, selebihnya film ini memunculkan karakter baru, termasuk menampilkan aktor senior Tommy Lee Jones. Karakter Bourne adalah karakter yang mewakili sisi gelap dan sisi terang manusia. Karakter yang memahami kehidupan realitas manusia apa adanya. Karakter yang bikin kangen.

Senin, 13 Juni 2016

Finding Dory, Sebuah Ruang Visual Bawah Laut Penuh Makna

Liburan lebaran sebentar lagi. Ada satu hal yang paling ditunggu anak-anak kali ini. Mereka pasti sudah tak sabar ingin segera menonton film Finding Dory. Film animasi tiga dimensi yang diproduksi Pixar Animation Studios ini memang layak ditonton.  Film ini mengangkat tema penuh makna tentang pentingnya sebuah keluarga. Bagi masyarakat Indonesia, Idul Fitri identik dengan momen kunjungan antarkeluarga untuk saling bermaafan. Kehadiran film Finding Dory bisa menjadi pilihan yang tepat. Melalui film ini, anak-anak tidak hanya dapat lebih memahami  tradisi pertemuan keluarga, tetapi juga dapat belajar tentang kasih sayang.  

Sebagai sekuel dari Finding Nemo,  Finding Dory yang kembali disutradarai Andrew Stanton juga masih menampilkan Nemo (disuarakan Hayden Rolence),  Marlin (ayah Nemo, disuarakan Albert Brooks), dan tentu saja Dory (disuarakan Ellen DeGeneres). Mereka bertiga melakukan perjalanan panjang dalam upaya membantu Dory untuk menemukan keluarganya di California, yang sayangnya Dory sendiri lupa tepatnya berada di mana. Maklum saja, Dory memang ikan pelupa, dan ia sempat terpisah dari sahabat-sahabatnya itu karena –sama seperti kasus Nemo—ia yang ditangkap oleh manusia. Hanya saja, manusia yang menangkapnya kini adalah para penyelamat biota laut. 

Dialog-dialog jenaka, kadang mengharukan, bukan sebatas percakapan biasa, tetapi  membawa pesan yang mudah dicerna. Ditambah lagi sejumlah adegan kejar-kejaran yang kadang menggelikan sekaligus tegang. Semuanya divisualisasikan dalam ruang bawah laut yang kaya warna-warna kontras.  Elemen-elemen laut disajikan dengan detail-detail yang indah, lengkap dengan aneka jenis makhluk laut yang tampilannya imajinatif.

Dalam konteks studi tentang ruang (proxemics), Finding Dory berhasil menyampaikan pesannya melalui ilustrasi ruang visual bawah laut yang penuh makna. Film ini juga mampu mempresentasikan objek dan waktu petualangan karakternya yang menimbulkan rasa penasaran penonton. Dalam hal ini, ruang bawah laut adalah wadah bagi Dory sebagai objek dan karakter visual utama, yang berenang dengan pergerakan cepat melewati peristiwa demi peristiwa sebagai waktu perjalanan penuh petualangan. Pertemuan Dory dengan Bailey, sang Paus putih, dengan Hank, si Gurita, atau saat ia tertangkap untuk dikarantina dan dipindahkan ke wilayah lain, menciptakan adegan-adegan yang tidak monoton. Mengulang sukses gaya bercerita di Finding Nemo, secara perlahan tetapi pasti, penonton di film ini digiring untuk memahami makna pesan tentang pentingnya arti keluarga, nilai-nilai persaudaraan, persahabatan, perjuangan, sifat tidak mudah menyerah, keyakinan serta semangat. Rasa dan hasrat Dory sebagai ikan adalah metafora dari perasaan dan hasrat pada manusia secara realitas dan apa adanya, sehingga  mendorong anak-anak untuk ikut merasakan, dan yang terpenting adalah memahami makna pesannya.

Minggu, 12 Juni 2016

7 Kekuatan Visual “horor” The Conjuring 2

Jangan sembarang bermain Ouija, papan spirit atau papan bertuliskan alfabet dan angka yang dapat berbicara. Gara-gara habis bermain Ouija,sebuah keluarga yang  tinggal di Enfield, Inggris mendadak tak lagi bisa hidup tenang.

Setidaknya itu pesan singkat yang melatarbelakangi kasus Enfield Poltergeist yang terjadi pada tahun 1977 hingga 1979. Melanjutkan sukses  the Conjuring , dalam film The Conjuring 2 para penonton juga kembali diajak untuk melakukan kilas balik petualangan pasangan paranormal  Ed dan Lorraine Warren untuk mengungkap kasus supranatural di Enfield tersebut.  Sebuah rumah kecil di Enfield, Inggris,  yang menjadi setting film ini didesain secara lebih artistik untuk membangun kesan horor yang lebih dramatis.

Film The Conjuring 2 diputar serentak di Indonesia bertepatan dengan bulan Ramadhan, di saat para setan-setan jahat justru dibelenggu agar tak mengganggu mereka yang sedang berpuasa. Barangkali karena alasan itu pula, kita jadi penasaran ingin menonton film hantu ini.
Meskipun The Conjuring 2 masih menggunakan gaya lama untuk “menakut-nakuti” penontonnya, akan tetapi setidaknya ada 7 kekuatan visual  gaya horor yang menarik untuk dicatat.  7 kekuatan visual  itu seluruhnya berpusat pada tokoh Janet Hodgson, yaitu:

1.    Kisah Nyata  Janet
Sebuah film horor yang diangkat dari kisah nyata umumnya lebih menarik perhatian, karena penonton diyakinkan bahwa narasi visual yang disajikan bukanlah kisah rekayasa.  Kisah nyata Janet Hudgson, usia 11 tahun, yang kerasukan hebat di rumahnya sendiri, pernah menyita perhatian polisi, dan sejumlah paranormal setempat pada masa itu. Kasus Janet konon menimbulkan pro kontra antara yang percaya dan yang menganggapnya hanya kisah bohong belaka.
2.    Karakter Visual Janet
Janet Hudgson adalah gadis kecil berambut pirang yang biasanya selalu ceria. Namun keceriaan itu mendadak hilang, ketika ia harus mengalami ketakutan luar biasa setiap hari, bahkan setiap detiknya karena dihantui arwah jahat Bill di rumah itu. Dalam kesaksiannya, Janet mengatakan ia selalu diikuti, dibisiki, diangkat, ditarik, dipegang, dan kadang dihempaskan oleh kekuatan yang tidak terlihat.
3.    Ruang Kamar Tidur Janet
Ruang kamar tidur Janet menjadi setting yang natural namun tetap artistik. Ruang ini juga mampu  hadir sebagai saksi bisu, tempat  pergulatan Janet melawan rasa takut menghadapi arwah yang menghantuinya.  Hal ini diperlihatkan melalui penataan tempat tidur yang sederhana, dinding bertempelkan puluhan salib yang berkesan dingin, properti yang bergerak sendiri dan berantakan, dan tentu saja nuansa kegelapan khas film horor.
4.    Dialog Janet
Dialog Janet dengan kakak perempuannya, lalu saat diwawancarai oleh Lorraine Warren, menimbulkan rasa penasaran sekaligus kengerian tersendiri, karena penonton diajak untuk menantikan setiap kata yang terucap dari bibir Janet, dan kata-kata itu bunyinya kerap di luar perkiraan penonton.  
5.    Suara Seram Janet
Suara seram Janet yang keluar saat ia dirasuki oleh sosok lelaki, hantu bernama Bill, dihadirkan dengan nada yang parau, berat, dan kering. Suara seram tersebut mampu menimbulkan imajinasi tentang sosok hantu yang jahat, tak berperikemanusiaan, dan siap membunuh siapa saja.  
6.    Ekspresi Janet
Ekspresi kebanyakan orang Inggris yang datar tidak tercermin pada wajah Janet.  Sebaliknya Janet lebih banyak menampilkan ekspresi kaku, dingin, ketakutan dan ketakberdayaan yang diperlihatkan melalui sorot matanya. Penonton berhasil diajak untuk ikut merasakan sosok kecilnya yang terpuruk, sendirian, sementara tak seorang pun bisa menolongnya.  
7.     Fenomena Poltergeist  Janet
Fenomena poltergeist, berupa benda-benda yang bergerak dan melayang sendiri di dalam ruangan,termasuk tubuh Janet yang berulang kali terangkat oleh kekuatan gaib, menimbulkan ketegangan tersendiri, membuat penonton seperti ikut tertarik, terdorong, dan terhempas dalam ruang kegelapan.

Sebagai tontonan yang dapat memacu detak jantung, membangun ketegangan, dan membuat penonton ikut berhenti bernafas karena ketakutan, maka The  Conjuring 2 cukup berhasil.  

Selasa, 31 Mei 2016

Strategi Visual Iklan Layanan Masyarakat (ILM)

Iklan Layanan Masyarakat (ILM) atau dalam bahasa Inggris diistilahkan sebagai Public Service Announcement (PSA) adalah suatu iklan yang bertujuan menyampaikan pesan sosial kepada masyarakat dengan sifat mempersuasi, mengajak, mengimbau, membangun kesadaran, membangkitkan kepedulian, mendorong untuk terlibat, ikut memikirkan, mengubah perilaku, bahkan bertindak terhadap sejumlah permasalahan yang sedang terjadi dan bisa mengancam harmonisasi lingkungan hidup.

Foto: https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/736x/4c/c6/66/4cc666a30253e2ec9a3ba48f18ccb18e.jpg
Ada 9 strategi yang dapat digunakan untuk memvisualisasikan pesan di dalam ILM:
1. Strategi Rasional
Menyampaikan pesan apa adanya, mudah dicerna, sesuai kenyataan, tidak menggunakan kalimat bersayap, berfokus pada praktik, fungsi, dan dapat memuaskan kebutuhan masyarakat.
2. Strategi Humor
Menyampaikan pesan dengan cara jenaka, untuk menarik perhatian, sehingga pesan dapat diterima dengan cara yang menghibur dan mudah diingat.
3. Strategi Rasa Takut
Menyampaikan pesan dengan cara memberi rasa takut, untuk memperbaiki motivasi, menunjukkan konsekuensi negatif atas tindakan yang berbahaya, mengganggu dan tidak aman.
4. Strategi Patriotik
Menyampaikan pesan dengan memberi kesan patriotik, untuk menambah kepercayaan masyarakat, misalnya dengan menampilkan figur publik, atau sosok yang memiliki citra positif.
5. Strategi Kesalahan
Menyampaikan pesan dengan cara memvisualisasikan perilaku atau tindakan seseorang yang salah/keliru, sebagai bentuk sindiran atas perbuatan yang berpotensi menimbulkan bahaya bagi dirinya dan orang lain, mengganggu, mengancam, dan menimbulkan ketidaknyamanan.
6. Strategi Simbol
Menyampaikan pesan dengan cara menampilkan simbol-simbol atau tanda visual yang telah menjadi konvensi di masyarakat sebagai jembatan untuk menginterpretasikan pesan.
7. Strategi Pengandaian
Menyampaikan pesan dengan cara membangun harapan melalui pengandaian untuk mencapai tujuan bersama demi masa depan yang lebih baik.
8. Strategi Emosional
Menyampaikan pesan dengan pendekatan psikologis agar komunikasi lebih mengena dan menyentuh perasaan masyarakat, sehingga mereka terdorong untuk segera mengubah sikap, lebih peduli, dan ikut bertindak. 
9. Strategi Kaidah 
Menyampaikan pesan dengan cara menonjolkan kaidah atau aturan-aturan sosial yang berlaku di masyarakat, dengan cara yang hati-hati, agar tidak menyinggung suku, agama, ras, dan adat istiadat (SARA).

Referensi:
Pujiyanto (2013), Iklan Layanan Masyarakat, Yogyakarta: Penerbit Andi

Kamis, 05 Mei 2016

Half-Day Workshop: Terampil Melukis Kaus Dalam 3 Jam

Siapa pun kini bisa terampil melukis kaus. Cukup luangkan waktu Anda setengah hari untuk menjajal keterampilan ini. Setelahnya, Anda akan ketagihan untuk terus berkarya, dan menciptakan aneka desain kaus buatan Anda sendiri.

Forum Kegiatan Keilmuan Desain (FOKDES) yang diprakarsai oleh Winny Gunarti (dosen, peneliti, trainer, penulis, dan pemilik blog http://arti-kata.blogspot.co.id), alumnus Fakultas Seni Rupa dan Desain, ITB, serta pengajar tetap di Desain Komunikasi Visual, Universitas Indraprasta (Unindra) PGRI, menyelenggarakan berbagai workshop seni dan desain setengah hari (Half-Day Workshop). FOKDES juga menyelenggarakan One-Day Seminar untuk penulisan makalah ilmiah, teknik menulis cerita, perancangan desain dan media, desain dan komunikasi periklanan, termasuk di dalamnya perancangan storyline dan storyboard, serta trik menulis skenario televisi/film.

Ayo, isi waktu senggang Anda dengan kegiatan yang bermanfaat, prospektif dan menyenangkan !




Untuk mengikuti Pelatihan Seni Melukis Kaus, caranya:

      Kumpulkan peserta workshop minimal 10 orang
      Tentukan sendiri lokasi untuk kegiatan workshop
      Workshop bisa dilakukan saat pagi hari dan sore hari, berlangsung sekitar 3 jam.
      Jadwal pelaksanaan workshop bisa diatur sesuai perjanjian.
      Biaya workshop  Rp 300.000, per orang. (penyelenggaraan di luar wilayah Jakarta dan 
      sekitarnya ada penambahan biaya transportasi)
      Biaya sudah termasuk : - peralatan melukis (cat, 2 kuas, palet),  satu kaus untuk dilukis, snack, dan sertifikat.
      Kirimkan data dan kontak Anda melalui email ke Sekretariat FOKDES:  winnygw@gmail.com

Minggu, 14 Februari 2016

Kreativitas Daur Ulang : Gantungan Kunci Dari Kawat


Untuk membuat produk kreativitas gantungan kunci dari kawat, diperlukan peralatan sebagai berikut: Kawat gulung kecil, lem refil fox, gunting, kertas koran secukupnya, lakban kertas, pilox atau cat shintex warna apa saja, dan kuas. 


Dokumentasi Tim Abdimas DKV Unindra PGRI


Berikut proses pembuatan gantungan kunci dari kawat berbentuk tangan: 

1. Potong kawat sekitar 8-10 cm dengan gunting. Buat perkiraan ukuran jari tangan.
2. Buat 6 potongan kawat, 5 untuk rangka jari tangan, 1 untuk rangka telapak tangan.
3. Ambil sobekan kertas koran, lalu tempelkan pada kelima potongan kawat dengan lem.
4. Penempelan kertas koran dilakukan dengan cara menggulung perlahan.
5. Gunakan jari telunjuk untuk me-lem, jari-jari lain untuk menggulung dan melipat.
6. Tempelan pada kawat dimulai dari tengah kawat lalu bergerak ke atas.
7. Lakukan hal yang sama terhadap kelima potongan kawat tersebut.
8. Potongan kawat keenam dipakai sebagai telapak tangan.
9. Buat sobekan kertas koran, lalu lipat berbentuk segiempat. 
10. Lipatan segiempat juga dilem sedikit-sedikit pada salah satu ujung kawat.

Dokumentasi Tim Abdimas DKV Unindra PGRI

11. Lalu gabungkan kelima jari kawat dengan kawat yang berbentuk segi empat.
12. Pilin keenam tangkai kawan hingga membentuk pergelangan tangan.
13. Buatlah tempelan kertas koran segi empat lagi yang lebih tebal agar rangka telapak     tangan kokoh.

Dokumentasi Tim Abdimas DKV Unindra PGRI
14. Bentangkan kelima jari kawat, lalu mulailah menggulung dan melipat lagi dengan kertas koran sedikit-sedikit, hingga seluruh rangka terbungkus dengan kertas koran. 

Dokumentasi Tim Abdimas DKV Unindra PGRI
15. Gunakan contoh telapat tangan kita sendiri untuk menyesuaikan ketebalan bentuk.
16. Pembungkusan terhadap rangka pergelangan tangan juga dilakukan sedikit demi sedikit hingga ketebalannya sesuai dengan rangka jari-jari dan telapak tangan.
17. Untuk membuat kesan otot tangan, dapat ditambahkan sobekan kerta koran pada punggung rangka tangan.
18. Untuk mengaitkan rantai gantungan kunci, buat pengait dari lekukan kawat di bagian bawah kerangka tangn.
19. Sebagai pembungkus terakhir pada rangka tangan dan untuk lebih menguatkan, dapat digunakan lakban kertas.
20. Rangka tangan yang sudah terbungkus rapi dapat langsung dicat menggunakan kuas atau disemprot dengan cat pilox warna apa saja.

Kreasi gantungan kunci dari kawat ini pernah dipraktikkan dalam kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat, oleh DKV, Unindra PGRI, Jakarta, di Lembaga Pendidikan Gratis Bagi Anak-anak Pemulung Taman Rahmah Jatipadang, Jakarta Selatan. Selamat mencoba!

Ide Kreasi: Ndaru Ranuhandoko

Selasa, 12 Januari 2016

Mendesain Karakter Animasi a la Tony White

Karakter tokoh dalam film animasi sama halnya dengan karakter pada film 'live', yaitu perlu memiliki kekuatan visual agar mampu mendukung narasi. Di dalam film animasi, kita bisa menghadirkan tokoh 'manusia kartun' dengan mempertimbangkan dimensi-dimensi 'manusia hidup' yang mampu membangun imajinasi penonton. Akan tetapi, mendesain karakter manusia secara visual melalui animasi memungkinkan bentuk kreativitas yang lebih bebas. Kekuatan visual dimensi manusia pada karakter animasi berarti memvisualisasikan tokohnya secara fisik, khususnya melalui penampilan fasial dan postural. Penampilan fasial menunjuk pada karakter wajah dan ekspresi. Sedangkan penampilan postural menunjuk pada karakter tubuh dan gerakan-gerakan yang menjadi ciri khasnya. 

Pakar animasi Tony White (2009) dalam bukunya yang berjudul How To Make Animated Films, Tony White's Complete Masterclass on The Traditional Principles of Animation, merumuskan empat hal penting dalam mendesain karakter animasi, yaitu:


Sumber Gambar: https://www.amazon.com/How-Make-Animated-Films-Masterclass/dp/0240810333

1. Personality
Personality atau personalitas karakter tokoh perlu ditetapkan. Personalitas berarti menentukan jenis kepribadian seperti apa yang ingin ditampilkan sebagai ciri karakter tokoh. Penetapan ini akan memengaruhi gaya ilustrasi dan gaya pilihan warna dalam pembuatannya. Penetapan personalitas umumnya mengacu pada karakter protagonis (karakter yang baik) dan karakter antagonis (karakter yang kurang baik)


2. Style
Style  atau gaya ilustrasi terkait dengan penetapan personalitas. Gaya yang ditampilkan berperan penting untuk memberi kesan awal apakah tokoh memiliki karakter yang lembut, halus, agresif, keras, kaku, atau tegas. Gaya garis ilustrasi merupakan elemen dasar desain yang menunjang penampilan. Kesan visual penonton cenderung berbeda ketika melihat karakter tokoh yang lebih banyak menggunakan garis lengkung, dan karakter tokoh yang didominasi garis lurus. Penggunaan garis lengkung cenderung mengesankan karakter yang lembut dan ramah. sebaliknya dominasi garis lengkung dan tebal cenderung memberi kesan kaku dan keras. Demikian pula untuk pilihan gaya warna yang menjadi ciri khas karakter tokoh.

3. Attitude
Attitude atau sikap tubuh karakter didesain untuk memvisualisasikan sifat-sifat tokoh melalui fisik. Sikap tubuh secara ilustratif mampu membangun kesan tentang sosok yang pemalu, kikuk, penakut, pemarah, dan sebagainya. Setiap sikap tubuh juga dapat didesain melalui gaya ilustrasi yang telah ditetapkan sebelumnya.

4. Proportion
Proportion atau proporsi fisik tokoh dapat mencerminkan karakter tertentu. Visualisasi tokoh dapat didesain dalam proporsi pendek, tidak proporsional, atau proporsional. Artinya, tokoh dapat saja didesain dengan bentuk kepala yang lebih besar dari badannya atau sebaliknya. Tokoh dapat didesain dengan bentuk wajah yang lebar atau kecil, dengan proporsi anggota badan seperti tangan dan kaki yang juga kecil, atau hanya menampilkan telapak tangan saja. Itu sebabnya, karakter tokoh animasi dapat didesain secara kreatif dengan proporsi yang lebih 'bebas'. Imajinasi pun dapat terbangun sesuai dengan karakter tokoh yang diciptakan.



Makna Pandangan atau Tatapan (The Gaze) dalam Budaya Visual

Pernah dilihatin orang nggak?  Terus kita suka bilang, "Apaan lu lihat-lihat?" Gitu, kan? Jangan keliru berucap. Yakin dia se...