Jumat, 05 November 2010

Catatan dari Acep Iwan Saidi, Ketua Forum Studi Kebudayaan FSRD ITB, tentang Buku Putri Ong Tien

Cetakan I, September 2010
Sejarah, pada mulanya, merupakan sebuah “kegiatan” yang termasuk ke dalam ranah seni, bersama-sama puisi, komedi, tragedi, musik, tarian, dan astronomi. Di dalam bahasa Inggris, kata history itu sendiri sebunyi dengan story—keduanya memang berasal dari satu kata, yakni historia. Sebagian orang mengartikan historia sebagai ilmu pengetahuan, sebagian lain menyebutnya cerita. Walhasil, sejarah dan kisah kiranya berada dalam satu kubangan. Dan keduanya membentuk pengetahuan sebelum kemudian disistematisasi menjadi ilmu.

Winny Gunarti, dalam buku ini, menunjukkan kepada kita bagaimana cara kerja sejarawan dan sastrawan secara eksplisit dipadukan. Winny menyebutnya faksi: fakta dan fiksi. Tanpa disebut faksi, antara fakta dan fiksi sebenarnya telah menyatu dalam dirinya. Sebab fakta yang telah dituliskan adalah “fakta tulisan”, fakta dalam perspektif penulis. Jika begitu, fiksi juga menjadi “semacam fakta”. Bedanya, yang satu ditulis sejarawan, yang lain oleh sastrawan.

Dengan memadukan keduanya dalam satu genre tulisan, buku ini menjadi menarik. Di sepanjang perjalanan membaca, kita akan dibawa keluar masuk di antara dua perspektif terhadap realitas masa lalu: rasio sejarawan dan imaji sastrawan . Situasi ini tentu akan memotivasi pembaca untuk melacak sumber lain. Buku yang baik, saya pikir, adalah buku yang memotivasi kita untuk terus berada dalam ketegangan intelektual, untuk terus memburu pengetahuan lebih luas dan dalam hingga sampai pada satu titik filosofis: mengenali, memahami ,dan memaknai diri secara lebih baik.

Dr. Acep Iwan Saidi, Ketua Forum Studi Kebudayaan FSRD ITB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makna Pandangan atau Tatapan (The Gaze) dalam Budaya Visual

Pernah dilihatin orang nggak?  Terus kita suka bilang, "Apaan lu lihat-lihat?" Gitu, kan? Jangan keliru berucap. Yakin dia se...